Mecanang atau Mebanten adalah salah satu tradisi keagamaan Hindu. Mecanang atau Mebanten Merupakan wujud rasa bakti kepada Sang Hyang Widhi. Mecanang atau Mebanten adalah salah satu pelaksanaan yadnya.
Upakara dengan kwantitas terkecil dikenal dengan istilah Nista, di mana salah satunya cukup dengan sarana upakara berupa canang. Canang berasal dari sukukata ‘Ca’ yang artinya indah, sedangkan kata ‘Nang’ artinya tujuan.
“Dapat didefinisikan canang merupakan sarana untuk mencapai tujuan yaitu keindahan (Sundharam) kehadapan Ida Sang Hyang widhi Wasa,” Ida Pedanda Gde Manara Putra Kekeran kepada Bali Express (Jawa Pos Group).
Lebih lanjut dijelaskan Ida Pedanda Gde Manara Putra Kekeran , canang yang dialasi sebuah ceper adalah simbol Ardha Candra, sedangkan canang yang dialasi sebuah tamas kecil merupakan simbol Windhu. Di dalam ceper terdapat porosan silih asih yang memiliki makna welas asih dalam melaksanakan upakara. Selai porosan, di dalam ceper juga berisi jajan, tebu dan pisang yang merupakan simbol ‘Tedong Ongkara’ yang menjadi perwujudan kekuatan Utpeti, Stiti, dan Pralin. Di atas raka-raka tadi disusunkan sebuah sampian urasari yang merupakan simbol windhu, sedangkan ujungnya merupakan simbol nadha.
Di atas sampian urasari disusun bunga dengan susunan sebagai berikut, bunga putih diletakkan di arah timur yang merupakan simbol Sang Hyang Iswara. Bunga Merah diletakakan di arah selatan yang merupakan simbol Dewa Brahma. Bunga Kuning diletakkan di arah barat yang merupakan simbol Dewa Mahadewa. Bunga biru atau hijau diletakkan di arah utara yang merupakan simbol Dewa Wisnu.
“Dan, yang terakhir adalah Kembang Rampai yang diletakkan di tengah sebagai simbol kekuatan Sang Hyang Panca Dewata,” jelasnya.
Dengan demikian, canang mengandung makna sebagai permohonan umat Hindu kehadapan Sang Hyang Widhi (berwujud Ongkara), bahwa umatnya memohon kekuatan agar Beliau bermanifestasi menjadi Ista Dewata.
Inilah urutan caranya Mecanang/Mebanten :[Sebelum memulai Mebanten/Menghaturkan Persembahan, sebaiknya di mulai dengan memurnikan persembahan, sebagai berikut]
Memurnikan Persembahan
(Cakupkan tangan di dahi) ucapkan mantra,
OM AWIGNAM ASTU NAMO SIDDHAM
OM SIDDHIRASTU TAT ASTU ASTU SWAHA.
(Ambil sekuntum bunga, Apit bunga dengan membentuk mudra amusti-karana/ mudra saat trisandya) ucapkan,
OM PUSPA DANTA YA NAMAH SWAHA,
OMKARA MURCYATE PRAS PRAS PRANAMYA YA NAMAH SWAHA.
(Setelah selesai mengucapkan mantra, bunga kita lempar atau buang ke depan ke arah persembahan.)
Selanjutnya..
(Siratkan tirtha ke Canang) ucapkan mantra,
OM PRATAMA SUDHA, DWITYA SUDHA, TRITYA SUDHA, CATURTHI SUDHA, PANCAMINI SUDHA,
OM SUDHA SUDHA WARIASTU,
OM PUSPHAM SAMARPAYAMI,
OM DUPHAM SAMARPAYAMI,
OM TOYAM SAMARPAYAMI,
OM SARWA BAKTYAM SAMARPAYAMI.
Dengan demikian semua sarana persembahan telah tersucikan dan siap untuk kita haturkan.
[Setelah proses pemurnian selesai, semeton bisa langsung menghaturkan persembahan canang maupun pejati.]
Menghaturkan Persembahan/Mebanten
(Unggah/taruk canang) ucapkan mantra,
OM TA MOLAH PANCA UPACARA GURU PADUKA YA NAMAH SWAHA.
(Unggah/taruk dupa) ucapkan mantra,
ONG ANG DUPA DIPA ASTRAYA NAMAH SWAHA.
(Sirat/ketis tirtha ke canang) ucapkan mantra,
ONG MANG PARAMASHIWA AMERTHA YA NAMAH SWAHA.
(Ngayab dupa) ucapkan mantra,
OM AGNIR-AGNIR JYOTIR-JYOTIR SWAHA
ONG DUPHAM SAMARPAYAMI SWAHA
(Ngayab canang) ucapkan mantra,
OM DEWA-DEWI AMUKTI SUKHAM BHAWANTU NAMO NAMAH SWAHA,
OM SHANTI SHANTI SHANTI OM.
Demikianlah cara Mecanang atau Mebanten dan Mantra/Doa yang diucapkan,
Share This :
0 komentar